Tulisan Wajib :
A. Pendahuluan
Fenomena paling menonjol yang
tengah terjadi pada kurun waktu ini adalah terjadinya proses globalisasi.
Proses perubahan inilah yang disebut Alvin Toffler sebagai gelombang ketiga,
setelah berlangsung gelombang pertama (agrikultiur) dan gelombang kedua
(industri). Perubahan yang demikian menyebabkan terjadinya pula pergeseran
kekuasaan dari pusat kekuasaan yang bersumber pada tanah, kemudian kepada
kapital atau modal, selanjutnya (dalam gelombang ketiga) kepada penguasaan
terhadap informasi (ilmu pengetahuan dan teknologi).
Proses globalisasi ini lebih
banyak ditakuti daripada dipahami untuk kemudian diantisipasi dengan arif dan
cermat. Oleh rasa takut dan cemas yang berlebihan itu, antisipasi yang
dilakukan cenderung bersifat defensif membangun benteng-benteng pertahanan dan
merasa diri sebagai objek daripada subjek di dalam proses perubahan.
Bagaimana dengan bahasa dan
sastra? Apakah yang terjadi dengan bahasa dan sastra Indonesia di dalam proses
globalisasi? Apakah yang harus dilakukan dan kebijakan yang bagaiman yang harus
diambil dalam hubungan sastra Indonesia dalam menghadapi proses globalisasi
atau di dalam era pasar bebas?
B. Perkembangan Bahasa dan Sastra Indonesia
Di dalam sejarahnya, bahasa
Indonesia telah berkembang cukup menarik. Bahasa Indonesia yang tadinya hanya
merupakan bahasa Melayu dengan pendukung yang kecil telah berkembang menjadi
bahasa Indonesia yang besar. Bahasa ini telah menjadi bahasa lebih dari 200
juta rakyat di Nusantara Indonesia. Sebagian besar di antaranya juga telah
menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama. Bahasa Indonesia yang
tadinya berkembang dari bahasa Melayu itu telah “menggusur” sejumlah bahasa
lokal (etnis) yang kecil. Bahasa Indonesia yang semulanya berasal dari bahasa
Melayu itu bahkan juga menggeser dan menggoyahkan bahasa etnis-etnis yang cukup
besar, seperti bahasa Jawa dan bahasa Sunda. Bahasa Indonesia telah menjadi
bahasa dari masyarakat baru yang bernama masyarakat Indonesia. Di dalam
persaingannya untuk merebut pasar kerja, bahasa Indonesia telah mengalahkan
bahasa-bahasa daerah yang ada di Indonesia. Bahasa Indonesia juga telah tumbuh
dan berkembang menjadi bahasa yang modern pula.
Perkembangan yang demikian akan
terus berlanjut. Perkembangan tersebut akan banyak ditentukan oleh tingkat
kemajuan masyarakat dan peranan yang strategis dari masyarakat dan kawasan ini
di masa depan. Diramalkan bahwa masyarakat kawasan ini, yaitu Indonesia,
Malasyia, Thailand, Vietnam, Brunai Darussalam, dan Filipina akan menjadi salah
satu global-tribe yang penting di dunia. Jika itu terjadi, bahasa Indonesia
(lebih jauh bahasa Melayu) juga akan menjadi bahasa yang lebih bersifat global.
Proses globalisasi bahasa Melayu (baru) untuk kawasan Nusantara, dan
bahasa-bahasa Melayu untuk kawasan Asia Pasifik (mungkin termasuk Australia)
menjadi tak terelakkan. Peranan kawasan ini (termasuk masyarakatnya, tentu
saja) sebagai kekuatan ekonomi, industri dan ilmu pengetahuan yang baru di
dunia, akan menentukan pula bagaimana perkembangan bahasa Indonesia (dan bahasa
Melayu) modern. Bahasa dan sastra Indonesia sudah semenjak lama memiliki
tradisi kosmopolitan. Sastra modern Indonesia telah menggeser dan menggusur
sastra tradisi yang ada di pelbagai etnis yang ada di Nusantara.
Perubahan yang terjadi itu tidak
hanya menyangkut masalah struktur dan bahasa, tetapi lebih jauh mengungkapkan
permasalahan manusia baru (atau lebih tepat manusia marginal dan tradisional)
yang dialami manusia di dalam sebuah proses perubahan. Lihatlah tokoh-tokoh
dalam roman dan novel Indonesia. Lihatlah tokoh Siti Nurbaya di dalam roman
Siti Nurbaya, tokoh Zainudin di dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck,
tokoh Hanafi di dalam roman Salah Asuhan, tokoh Tini, dan Tono di dalam novel
Belenggu, sampai kepada tokoh Lantip di dalam roman Priyayi. Mereka adalah
tokoh-tokoh yang berusaha masuk ke dunia yang baru, dunia yang global, dengan
tertatih-tatih.
Dengan demikian, satra Indonesia
(dan Melayu) modern pada hakikatnya adalah sastra yang berada pada jalur yang
mengglobal itu. Sebagaimana dengan perkembangan bahasa Indonesia, sastra
Indonesia tidak ada masalah dalam globalisasi karena ia memang berada di
dalamnya. Yang menjadi soal adalah bagaimana menjadikan bahasa dan sastra itu
memiliki posisi yang kuat di tengah-tengah masyarakatnya. Atau lebih jauh,
bagaimana langkah untuk menjadikan masyarakatnya memiliki posisi kuat di
tengah-tengah masyarakat dunia (lainnya).
Kalau merujuk kepada
pandangan-pandangan Alvin Toffler atau John Naisbitt, dua peramal masa depan
tanpa bola-bola kristal, bahasa Indonesia dan sastra Indonesia akan menjadi
bahasa (dan sastra) yang penting di dunia.
C.
Kedudukan
Dan Fungsi Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia mempunyai
kedudukan yang sangat penting, seperti tercantum pada ikrar ketiga Sumpah
Pemuda yang berbunyi Kami Putra dan Putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan
, bahasa Indonesia. Ini berarti bahwa bahasa Indonesia berkedudukan
sebagai bahasa nasional ; kedudukannya berada diatas bahasa – bahasa
daerah. Selain itu , didalam undang – undang dasar 1945 tercantum pasal khusus
( BAB XV , pasal 36 ) mengenai kedudukan bahasa Indonesia yang menyatakan bahwa
bahasa Negara ialah bahasa Indonesia. Pertama, bahasa Indonesia berkedudukan
sebagai bahasa nasional sesuai dengan sumpah pemuda 1928; kedua, bahasa
Indonesia berkedudukan sebagai bahasa Negara sesuai dengan undang – undang
dasar 1945.
Derasnya arus globalisasi di
dalam kehidupan kita akan berdampak pula pada perkembangan dan pertumbuhan
bahasa sebagai sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan budaya, ilmu
pengetahuan dan teknologi. Di dalam era globalisasi itu, bangsa Indonesia mau
tidak mau harus ikut berperan di dalam dunia persaingan bebas, baik di bidang
politik, ekonomi, maupun komunikasi.
Ø
Didalam kedudukannya sebagai bahasa nasional,
bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) Lambang kebanggaan kebangsaan, (2)
lambang identitas nasional, (3) alat perhubungan antar warga, antar daerah, dan
antar budaya,dan (4) alat yang memungkinkan penyatuan berbagai – bagai suku
bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan bahasanya masing – masing
kedalam kesatuan kebangsaan Indonesia.
Ø Didalam
kedudukannya sebagai bahasa Negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1)
bahasa resmi kenegaraan , (2) bahasa pengantar didalam dunia pendidikan, (3)
alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan, dan (4) alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan
dan teknologi.
Dalam komunikasi lisan atau
nonstandar yang sangat praktis menyebabkan kita tidak teliti berbahasa.
Akibatnya, kita mengalami kesulitan pada saat akan menggunakan bahasa tulis
atau bahasa yang lebih standar dan teratur. Pada saat dituntut untuk berbahasa’
bagi kepentingan yang lebih terarah dengan maksud tertentu, kita cenderung
kaku. Kita akan berbahasa secara terbata-bata atau mencampurkan bahasa standar
dengan bahasa nonstandar atau bahkan, mencampurkan bahasa atau istilah asing ke
dalam uraian kita. Padahal, bahasa bersifat sangat luwes, sangat manipulatif.
Kita selalu dapat memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu.
Lihat saja, bagaimana pandainya orang-orang berpolitik melalui bahasa. Kita
selalu dapat memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Agar
dapat memanipulasi bahasa, kita harus mengetahui fungsi-fungsi bahasa.
a. Bahasa
sebagai Alat Ekspresi Diri
b. Bahasa
sebagai Alat Komunikasi
c. Bahasa
sebagai Alat Integrasi dan Adaptasi Sosial
d. Bahasa
sebagai Alat Kontrol Sosial
Eksistensi Bahasa Indonesia Pada era globalisasi
sekarang ini, jati diri bahasa Indonesia perlu dibina dan dimasyarakatkan oleh
setiap warga negara Indonesia. Hal ini diperlukan agar bangsa Indonesia tidak
terbawa arus oleh pengaruh budaya asing yang tidak sesuai dengan bahasa dan
budaya bangsa Indonesia. Pengaruh alat komunikasi yang begitu canggih harus
dihadapi dengan mempertahankan jati diri bangsa Indonesia, termasuk jati diri
bahasa Indonesia. Ini semua menyangkut tentang kedisiplinan berbahasa
nasional,pemakai bahasa Indonesia yang berdisiplin adalah pemakai bahasa
Indonesia yang patuh terhadap semua kaidah atau aturan pemakaian bahasa
Indonesia yang sesuai dengan situasi dan kondisinya. Disiplin berbahasa
Indonesia akan membantu bangsa Indonesia untuk mempertahankan dirinya dari
pengaruh negatif asing atas kepribadiannya sendiri.
Peningkatan fungsi bahasa Indonesia sebagai sarana
keilmuan perlu terus dilakukan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Seirama dengan ini, peningkatan mutu pengajaran bahasa Indonesia di
sekolah perlu terus dilakukan.
Namun, seiring dengan bertambahnya usia, bahasa
Indonesia justru dihadang banyak masalah. Pertanyaan bernada pesimis justru
bermunculan. Mampukah bahasa Indonesia menjadi bahasa budaya dan bahasa Iptek
yang berwibawa dan punya prestise tersendiri di tengah-tengah dahsyatnya arus
globalisasi? Mampukah bahasa Indonesia bersikap luwes dan terbuka dalam mengikuti
derap peradaban yang terus gencar menawarkan perubahan dan dinamika? Masih
setia dan banggakah para penuturnya dalam menggunakan bahasa Indonesia sebagai
bahasa komunikasi yang efektif di tengah-tengah perubahan dan dinamika itu?
Akan tetapi, beberapa kaidah yang telah
dikodifikasi dengan susah-payah tampaknya belum banyak mendapatkan perhatian
masyarakat luas. Akibatnya bisa ditebak, pemakaian bahasa Indonesia bermutu
rendah: kalimatnya rancu dan kacau, kosakatanya payah, dan secara semantik
sulit dipahami maknanya. Anjuran untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik
dan benar seolah-olah hanya bersifat sloganistis, tanpa tindakan nyata dari
penuturnya (Sawali Tuhusetya, 2007).
Melihat persoalan di atas, tidak ada kata lain,
kecuali menegaskan kembali pentingnya pemakaian bahasa Indonesia dengan kaidah
yang baik dan benar. Hal ini –disamping dapat dimulai dari diri sendiri- juga
perlu didukung oleh pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah.
Pembelajaran bahasa Indonesia tidak lepas dari
belajar membaca, menulis, menyimak, berbicara, dan kemampuan bersastra.
Aktivitas membaca merupakan awal dari setiap pembelajaran bahasa. Dengan
membaca, mahasiswa dilatih mengingat, memahami isi bacaan, meneliti kata-kata
istilah dan memaknainya. Selain itu, mahasiswa juga akan menemukan informasi
yang belum diketahuinya.
·
Sumber :
·
Komentar :
- Bahasanya dan cara pengungkapannya bagus
walau isinya terlalu panjang, mungkin harus sedikit dipersingkat.
- Penggunaan tata bahasanya sesuai
dengan kaidah Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar